Kenaikan TTL Pengaruhi Pembangunan Rumah Murah
Kementerian ESDM segera memberlakukan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) untuk dunia industri. Tentu ini dikeluhkan kalangan industri nasional, karena banyak sekali dampak yang muncul, baik ekonomi maupun sosial.
Anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait (F-PDI Perjuangan), Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat dan Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Kaca Pengamana Yustinus Gunawan, menggelar konfrensi pers, Kamis (8/4), di Press Room DPR untuk menanggapi kenaikan tersebut.
Berdasarkan Permen ESDM No.9/2014, kenaikan TTL untuk industri golongan I-3 (go public) dengan daya di atas 300 Kva sebesar 38,9%. Untuk industri besar golongan I-4 dengan daya 30 ribu Kva ke atas sebesar 64,7%. Kebijakan kenaikan ini dikeluarkan pada 1 April lalu dan mulai diberlakukan pada 1 Mei 2014.
Strategi kenaikannya diberlakukan dalam 4 tahap. Untuk golongan I-3 Mei-Juni 8,6% (Rp872/kwh), Juli-Agustus 17,8% (Rp946/kwh), September-Oktober 27,9% (Rp1.027/kwh), dan November-seterusnya 38,9% (Rp1.200/kwh). Maruarar menilai, pemerintah tidak pro industri nasional. Kebijakan energi listrik nasional tidak jelas. “Ini jelas menunjukkan perencanaan di bidang kelistrikan tidak baik. Masa dalam 2 tahun naiknya besar seperti itu. Peraturannya baru dibuat April dan diberlakukan Mei,” kata Maruarar.
Industri yang terpukul oleh kenaikan TTL ini adalah industri baja, tekstil, semen, dan kaca. Menurut Ade Sudrajat, dampak kenaikan TTL sangat komplek, dari menurunnya produksi, ancaman PHK karyawan, inflasi meningkat, kontribusi pajak menurun, dan investasi terhambat. Ditambahkan pula oleh Maruarar, kenaikan TTL berdampak pada pembangunan rumah murah bagi rakyat, karena industri semen ikut terganggu.
“Kita berharap pemerintah dan DPR berasama-sama apapun partainya untuk bisa sama-sama membangun solusi. Saya pikir kita cari solusi, kita kasih kado yang baiklah di masa periode 2009-2014 ini,” tandas Maruarar. Sementara itu, Kalangan industri berharap, kenaikan itu dibagi secara bertahap selama 2 tahun, bukan 1 tahun seperti diatur dalam Permen ESDM tersebut. (mh)/foto:andri/parle/iw.